Kamis, 15 Mei 2014

Makalah Akhlak Terhadap Lingkungan




Akhlak Terhadap Lingkungan

A.           Pengertian Akhlak Terhadap Lingkungan
Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yang berarti watak, budi pekerti, karakter, keperwiraan, kebiasaan. Kata akhlâq ini berakar kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata Khâliq (pencipta), makhlûq (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata ini mengandung makna bahwa tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya harus merefleksikan dan berdasarkan nilai-nilai kehendak Khâliq (Tuhan). Akhlaq bukan hanya merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.Yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak benyawa.


B.            Tinjauan Akhlak Terhadap Lingkungan

1.    Akhlak Terhadap Lingkungan Ditinjau Dari Segi Agama
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan, dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.

Dalam pandangan akhlak islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berati tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.

Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri yang menciptanya.

Agama islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh dimensi hubungan manusia dengan alam lingkungan. Islam mengajarkan dan menetapkan prinsip-prinsip atau konsep dasar akhlak bagi manusia tentang bagaimana bersikap terhadap alam lingkungannya. Ini merupakan wujud kesempunaan Islam dan salah satu bentuk nikmat dan kasih sayang Allah yang tidak terbatas. Allah berfirman: “pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu,aku limpahkan atas kamu nikmat-Ku,dan Aku ridlai Islam sebagai agamamu” (Q.S Al-Maidah:3).

Prinsip Islam selalu menyeimbangkan semua hal dalam kehidupan manusia.Islam tidak mengizinkan manusia untuk lebih atau hanya memperhatikan satu sisi dengan menghabiskan sisi yang lain.Ini bisa terwujud dalam prinsip atau nilai-nilai Islam karena ia terbebas dari kekangan hawa nafsu dan diciptakan oleh sang pencipta manusia, Dzat yang membuat hidup mereka mulia, mendapatkan rahmat, dan hidayah demi kebaikan mereka di dunia dan akhirat.

Sikap Islam dalam memperhatikan alam lingkungan bertujuan demi kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat, sesuai prinsip-prinsip umum berikut ini:
o  Prinsip pertama,
Bahwa disisi Allah manusia adalah makhluk yang mulia.Allah telah menundukkan semua yang ada dilangit dan dibumi untuk memudahkan manusia. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam,kami angkut mereka didaratan dan dilautan,kami beri mereka rizqi dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan” (Q.S Al-Israa:70).

Kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia adalah bentuk yang indah, kemampuan untuk berbicara, free will, dan kemampuan berjalan dimuka bumi, di udara, dan di lautan dengan berbagai bentuk kendaraan. Disamping itu, mereka juga mendapatkan anugerah rizqi yang  berlimpah berupa makanan yang lezat dan baik. Di tambah lagi keutamaan akal, pikiran, wahyu, Rasul, dan lainnya, serta kemuliaan dan karomah jika taat kepada Allah.

o  Prinsip kedua
Manusia dituntut untuk memakmurkan dan melestarikan bumi. Hal ini dapat terimplementasi dalam beberapa hal sebagai berikut:
  Belajar, mencari ilmu dan mengajar.
  Menunaikan amar ma’ruf nahi munkar.
  Berjihad dijalan Allah dengan tujuan agar ajaran Allah tetap jaya.
  Mematuhi konsep dan aturan Islam dalam kehidupan yang merupakan bentuk ibadah kepada Allah, serta mengikuti prinsip musyawarah, keadilan, menolak kerugian, serta mewujudkan kemaslahatan.

o  Prinsip ketiga
Manusia dituntut untuk berfikir dan merenungkan apa yang ada dilangit dan apa yang ada bumi. Hal ini bertujuan agar kehidupan mereka menjadi lebih baik dengan memanfaatkan yang ada di sekelilingnya, serta lebih dapat mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh ridho-Nya. Akan tetapi, dalam menggunakan akal, pikiran, dan dalam perenungannya, manusia tidak boleh melampaui apa yang telah digariskan oleh Allah.

o  Prinsip keempat
Manusia dituntut untuk menghiasi diri mereka dengan keutamaan-keutamaan, meninggalkan hal-hal yang tercela dan berinteraksi dengan baik antar sesama manusia dan lingkungannya.

o  Prinsip kelima
Interaksi manusia dengan alam lingkungan bukanlah sebuah konflik ataupun peperangan. Akan tetapi, interaksi manusia dengan alam lingkungan adalah ketundukan alam untuk membantu manusia dengan tetap menjaga keseimbangan yang menempatkan manusia dan alam lingkungn pada posisinya masing-masing.

o  Prinsip keenam
Ajaran Islam telah memberikan kebebasan kepada umat manusia dalam berakidah, beribadah, mengungkapkan pendapat, bekerja dan mencari bekal hidup, serta kebebasan-kebebasan lain yang sangat mereka butuhkan dalam kehidupan.

Prinsip-prinsip dasar diatas jika dilaksanakan dapat mewujudkan kebaikan dan kebahagiaan bagi manusia. Karena prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar akhlak dalam Islam berasal dari Allah SWT, sehingga tidak mengherankan jika prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut sesuai bagi kehidupan manusia, baik didunia maupun diakhirat.

Berkenaan pada tujuan hidup manusia di alam dunia yang  fana’ ini, adalah beribadah kepada Allah SWT dan melaksanakan amanah-Nya sebagai khalifah dimuka bumi yang bertugas membangun, mengelola, memanfaatkan, serta menjaga kelestarian alam lingkungan sesuai dengan petunjuk-Nya.

Manusia selalu dituntut untuk selalu berbuat baik dan berusaha mendekati kesempurnaan, karena bagaimanapun manusia tidak akan mampu mencapai derajat kesempurnaan. Akan tetapi,  jika tetap hidup dan selalu melakukan perbuatan baik maka harus menambah kebaikannya. Sedangkan, jika perilakunya buruk maka kemungkinan dengan hidupnya yang lebih panjang ia bisa meninggalkan keburukannya itu. Manusia terkadang lalai atau bahkan berbuat salah, namun dosa atas kesalahannya dapat dihapus dengan cara bertaubat.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majjah Alhakim dengan sanad mereka dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Setiap anak adam pasti berbuat kesalahan,dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat”.
Jadi, Islam mengakui dan memperhatikan realitas umat manusia, lalu memberikan petunjuk bagaimana seharusnya mereka berperilaku dalam kehidupan ini, demi mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan didunia dan diakhirat.

2.    Akhlak Terhadap Lingkungan Ditinjau Dari Segi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti:  tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, akhlak, perasaan, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (taetha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 S.M) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi jika kita membatasi pada asal usul kata ini maka”etika” adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam referensi lain dikatakan bahwa etika adalah ilmu yang mempelajari atau menjelaskan arti baik dan buruk.
Berkaitan dengan akhlak pada lingkungan menurut etika, dapat dijelaskan bahwa etika menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama (Poerwardarminto,sejak 1953) arti etika adalah:
1.    Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak kewajiban moral.
2.    Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.    Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Secara singkat etika sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip moral, yaitu perbuatan yang mengandung unsur kebaikan dan manfaat. Seperti telah dijabarkan di atas tentang pengertian etika, sebuah masyarakat bahkan seluruh masyarakat di dunia ini akan beranggapan sama yaitu lingkungan harus diperlakukan dengan baik dengan selalu menjaga,  merawat dan melestarikannya karena secara etika hal ini merupakan hak dan kewajiban suatu masyarakat serta merupakan nilai yang mutlak adanya. Dengan kata lain bahwa berakhlak yang baik terhadap lingkungan merupakan salah satu manifestasi dari etika itu sendiri.

Melihat masa sekarang dimana terdapat berbagai macam musibah yang menimpa saudara-saudara kita, itu semua tentunya tak lepas dari parangai manusia itu sendiri. Banyak orang menganggap bahwa lingkungan hanya sebagai objek untuk mendapatkan sesuatu tanpa memikirkan sebab akibat dan pelestariannya.



Berbagai macam kasus tentang perusakan lingkungan telah banyak terjadi di Indonesia diantaranya:
1.    Pembakaran hutan yang dilakukan oleh masyarakat pedalaman Kalimantan.Walaupun hal ini dilakukan dalam rangka untuk menjadikan sebagai lahan pertanian, tetapi hal ini terbukti tidak efektif karena penjalaran api yang begitu cepat menyebabkan melebarnya lahan yang terbakar. Hal ini tentunya sangat berakibat buruk tidak hanya bagi masyarakat setempat tetapi juga masyarakat dunia karena pulau Kalimantan merupakan paru-paru dunia yang memproduksi banyak oksigen untuk kelangsungan hidup manusia.
2.    Membuang sampah sembarangan terutama di ibukota Jakarta yang menyebabkan terhalangnya aliran air sungai yang menyebabkan sungai menjadi kotor dan bau terlebih lagi mengakibatkan banjir yang menjadi langganan Jakarta setiap tahunnya.
3.    Belum lama ini kasus mengenai pabrik yang ada di Provinsi Riau yang membuang limbahnya di sungai sehingga menyebabkan hilangnya mata pencaharian penduduk dikarenakan ikan-ikan mati.
4.    Kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur yang merupakan sebab dari kelalaian  P.T.Lapindo Brantas dalam menambang minyak bumi sehingga menyebabkan keluarnya lumpur panas dari dalam bumi dan belum jelas kapan akan berhenti. Hal ini tentunya mengakibatkan penderitaan pada masyarakat karena mereka kehilangan lahan, rumah serta mata pencahariannya.

Dari penjabaran di atas, tentunya kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebab dari kelakuan kita yang buruk terhadap lingkungan akan berakibat sangat fatal. Lingkungan yang seharusnya menjadi tempat hidup, justru menjadi penyebab sengsara dan kematian. Dampaknya pun meluas tidak hanya pada masyarakat setempat yang terkena musibah tetapi pada masyarakat luas pula.

Ketika kata “etika”  hanya dijadikan simbol oleh masyarakat tanpa peduli pada aspek untuk mengamalkannya, maka jelaslah bahwa masyarakat itu telah mengalami kerusakan. Oleh karena itu aspek “etika” dalam masyarakat harus dikedepankan dan dilaksanakan karena etika di dalam sebuah masyarakat merupakan dasar bagi perbuatan manusia karena etika mencakup baik, buruk, benar, salah dan juga mencakup aspek moral atau akhlak. Oleh karena itu marilah kita berakhlak baik kepada lingkungan yaitu dengan menjaga, merawat dan melestarikannya sehingga akan terwujud kehidupan yang aman damai sejahtera dan hal itu tentunya menjadi tujuan adanya etika di dalam masyarakat baik berbangsa maupun bernegara.

3.    Akhlak Terhadap Lingkungan Ditinjau Dari Segi Budaya
Sebagai seorang mmanusia yang kodratnya adalah makhluk sosial,kita patut mempunyai dasar pengetahuan dalam bersosialisasi dengan lingkungan disekitar kita, dasar pengetahuan itu adalah budaya yg bertujuan agar kita bisa hidup berdampingan dengan baik. Faktor inilah yang menurut kita menjadi awal mula adanya budaya didalam suatu kelompok masyarakat. Mereka menciptakan sesuatu yang bisa membuat mereka menjalin kesatuan didalam kehidupannya. Budaya itu sendiri pastilah suatu kesepakatan bersama dari penciptanya, berdasarkan nilai, norma, dan moral yang positif yang beredar di masyarakat tersebut.

Budaya yang baik tentulah melahirkan sikap dan perilaku yang baik pula kepada generasi penerusnya dimasa yang akan datang. Sedangkan budaya yang buruk tercipta dari ulah seseorang atau sebagian kelompok yang menentang nilai-nilai positif yang terkandung dalam masyarakat.
Contoh budaya baik adalah seorang ibu mengajari anaknya menanam pohon di pekarangan rumah,agar rumah senantiasa indah. Contoh lain, membiasakan diri bangun pagi, mengembangkan malu sebagai kontrol diri, dan lain sebagainya.

Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat dihadapkan pada kenyataan semakin merajalelanya orientasi hidup yang materialistis sementara dimensi spiritual dan ukhrawi semakin tersingkir. Pola hidup masyarakat telah bergeser kearah materialisme, hedonisme, konsumerisme, individualisme dan sikap masa bodoh (permisif). Pola hidup yang seperti itu pada akhirnya mengakibatkan semakin maraknya praktik maksiat, kejahatan dan perilaku yang menyimpang.

Berbagai krisis yang menimpa bangsa indonesia, khususnya masalah akhlak, disebabkan oleh tidak adanya budaya malu dikalangan para pemimpin dan masyarakat luas, disamping oleh lemahnya mekanisme kontrol yang dalam bahasa agama islam dikenal dengan istilah Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Bangsa indonesia cenderung bersikap permisif dan membiarkan terjadinya kemaksiatan dan kemungkaran. Akibatnya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) berkembang luas dikalangan pejabat pemerintah mulai dari kepala desa hingga presiden tanpa ada orang  yang berani melarang apalagi menghentikannya. Pada saat yang sama, berbagai bentuk maksiat dan munkarat, mulai dari penebangan hutan, perjudian, perzinaan, pemerkosaan, penyalah gunaan obat-obat terlarang, minuman keras, dan berbagai bentuk  kedzoliman semakin merajalela

Manakala orang telah kehilangan rasa malu dan kejujuran, ia menjadi manusia buas berjingkrak-jingkrak mengikuti hawa nafsunya dengan hati yang sepuas-puasnya. Hatinya tidak akan terketuk sama sekali. Egoisme yang meluap-luap membuat matanya menjadi gelap,sehingga tidak dapat mengenal apapun juga selain yang lebih menambah kepuasan hatinya. Dikala orang telah mencapai kemerosotan sepeti itu putuslah ia sebagai manusia yang sewajarnya.

Menghadapi keadaan yang sangat menyedihkan diatas, tidak ada alterntif lain kecuali menghayati nilai-nilai luhur budaya dan mengaktualisaikannya dalam bentuk kepribadian yang baik, dalam mewujudkan Indonesia baru sebagai negara yang gemah ripah loh jinawe tata tenterem karto raharjo dibawah naungan ridla Allah SWT yang dalam istilah Al-Qur’an disebut baldatun thayyibatun wa robbun ghofur.(Q.S.Ar-ruum: ). Selain itu para pemimpin harus menunjukkan jalan kebahagiaaan kepada umatnya. Lebih terpuji lagi jika mereka dapat mengantarkan umatnya ke pintu gerbang kebahagiaan. Dengan kata lain, seorang khalifah (pemimpin) tidak sekedar menunjukkan tetapi mampu pula memberi contoh sosialisasinya.


C.           Macam Akhlak Terhadap Lingkungan

1.    Memelihara dan Melindungi Hewan
Salah satu hadis yang menganjurkan berbuat baik dengan memelihara dan melindungi binatang dengan cara :
a.    memberikan makanannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw ;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ

Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda : ….“Orang yang menunggangi dan meminum (susunya) wajib memberinya makanan”. (HR. Bukhari)

b.    menolongnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْهم أَنَّ النَّبِيَّ e قَالَ بَيْنَا رَجُلٌ بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَا خُفَّهُ مَاءً فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّه وَإِنَّ لَنَافِي الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا فَقَالَ فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu ketika seorang laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi Allah, anjing ini telah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun segera memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan itu. Lantaran demikian, Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya: “ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanan dan minuman kepada hewan-hewan kami ?”. Nabi menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan memberi pahala”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli akan keselamatan dan perlindungan hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan, yaitu : (1) Allah berterima kasih kepadanya; (2) Allah mengampuni dosa-dosanya; dan (3) Allah memberikan imbalan pahala kepadanya Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan makanannya.

Allah swt, berfirman dalam QS. Hud (11): 6

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ(6)

Terjemahnya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Secara implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa memelihara dan melindungi makhluk-Nya, termasuk binatang dengan cara memberikan makanan dan memotoring tempat tinggalnya. Manusia sebagai makhluk Allah SWT, yang termulia diperintahkan untuk selalu berbuat baik dan dilarang untuk berbuat kerusakan di atas bumi.

sebagaimana firman-Nya da;a, QS. al-Qashasah (28): 77

وَابْتَغِ فِيمَا ءَاتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ(77)

Terjemahnya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Di lain ayat, yakni QS. al-A’rāf (7) Allah berfirman :

… وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Terjemahnya : … dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”.

Ayat di atas, melarang untuk merusak lingkungan, dan malah sebaliknya yakni ayat tersebut menganjurkan manusia untuk berbuat baik dan atau memelihara lingkungannya.

2.     Penanaman Pohon dan Penghijauan
Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan orang-orang yang menanam pohon sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :

… قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ 

Artinya : “…. Rasulullah saw bersabda : tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah sadaqah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas).

Pada QS. al-An’am (6): 99, Allah berfirman ;

وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ(99)

Terjemahnya : Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

Ada dua pertimbangan mendasar dari upaya penghijauan ini, yaitu :
a.    pertimbangan manfaat, sebagaimana disebutkan dalam QS. Abasa (80): 24-32, sebagai berikut :

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ(24)أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا(25)ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا (26) فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا(27)وَعِنَبًا وَقَضْبًا(28)وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا(29)وَحَدَائِقَ غُلْبًا (30)وَفَاكِهَةً وَأَبًّا(31)مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ(32)

Terjemahnya : maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguh-nya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. 

b.    pertimbangan keindahan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Naml (27): 60, sebagai berikut :

أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ(60)

Terjemahnya : Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).
Maka lihatlah pada ungkapan ini “kebun-kebun yang sangat indah” yang berarti menyejukkan jiwa, mata dan hati ketika memandangnya. Setelah Allah swt, memaparkan nikmat-nikmat-Nya, baik berupa tanaman, kurma, zaitun, buah delima dan semacamnya, Dia melanjutkan firman-Nya أنظروا إلى ثمره إذ أثمر وينعه “lihatlah/perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pula) kematangannya” (QS. 6 : 99).

Imam al-Qurtubi, mengatakan di dalam tafsirnya ; “Bertani bagian dari fardhu kifayah, maka pemerintah harus menganjurkan manusia untuk melakukannya, salah satu bentuk usaha itu adalah dengan menanam pohon.”

3.    Menghidupkan Lahan Mati
Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi bangunan dan tidak dimanfaatkan. Allah swt, telah menjelaskan dalam QS. Yasin (36):

وَءَايَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ

Terjemahnya : Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati, Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka dari padanya mereka makan”.

Di ayat lain, tepatnya QS. al-Haj (22): 5-6 Allah swt, berfirman :

… وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيج ٍ(5) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(6)

Terjemahnya : … Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami telah menurunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan sesungguhnya Dia lah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Kematian sebuah tanah akan terjadi kalau tanah itu ditinggalkan dan tidak ditanami, tidak ada bangunan serta peradaban, kecuali kalau kemudian tumbuh didalamnya pepohonan. Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat air dan pemukiman sebagai tempat tinggal.

Menghidupkan lahan mati adalah ungkapan dalam khazanah keilmuan yang diambil dari pernyataan Nabi saw, dalam bagian matanhadis, yakni مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ  (Barang siapa yang menghidupkan tanah (lahan) mati maka ia menjadi miliknya).

Dalam hadis ini Nabi saw, menegaskan bahwa status kepemilikan bagi tanah yang kosong adalah bagi mereka yang menghidupkannya, sebagai motivasi dan anjuran bagi mereka yang menghidupkannya. Menghidupkan lahan mati, usaha ini dikategorikan sebagai suatu keutamaan yang dianjurkan Islam, serta dijanjikan bagi yang mengupayakannya pahala yang amat besar, karena usaha ini adalah dikategorikan sebagai usaha pengembangan pertanian dan menambah sumber-sumber produksi. Sedangkan bagi siapa saja yang berusaha untuk merusak usaha seperti ini dengan cara menebang pohon akan dicelupkan kepalanya ke dalam neraka. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagaimana dalam bagian matan hadis, yakni ; مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ  (Barang siapa yang menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkannya ke dalam neraka).

Maksud hadis di atas, dijelaskan kemudian oleh Abu Daud setelah meriwayatkan hadis tersebut, yaitu kepada orang yang memotong pepohonan secara sia-sia sepanjang jalan, tempat para musafir dan hewan berteduh. Ancaman keras tersebut secara eksplisit merupakan ikhtiar untuk menjaga kelestarian pohon, karena keberadaan pepohonan tersebut banyak memberi manfaat bagi lingkungan sekitar. Kecuali, jika penebangan itu dilakukan dengan pertimbangan cermat atau menanam pepohonan baru dan menyiram-nya agar bisa menggantikan fungsi pohon yang ditebang itu.

4.    Udara
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah udara, dalam hal ini udara yang mengandung oksigen yang diperlukan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen, manusia tidak dapat hidup.

Tuhan beberapa kali menyebut angin (udara) dan fungsinya dalam proses daur air dan hujan. Firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah (2): 164

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ(164)

Terjemahnya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Pada ayat lain, yakni QS. al-Rum (30): 48 Allah juga berfirman :

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ(48)

Terjemahnya : Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.

Udara merupakan pembauran gas yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang meliputinya dari segala penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang seluruh alam bergantung kepadanya. Empat unsur tersebut ialah tanah, air, udara dan api. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern telah membuktikan bahwa keempat unsur ini bukanlah zat yang sederhana, akan tetapi merupakan persenyawaan dari berbagai macam unsur.

Air misalnya, terdiri dari unsur oksigen dan hidrogen. Demikian juga tanah yang terbentuk dari belasan unsur berbeda. Adapun udara, ia terbentuk dari sekian ratus unsur, dengan dua unsur yang paling dominan, yaitu nitrogen yang mencapai sekitar 78,084 persen dan oksigen sebanyak 20,946 persen. Satu persen sisanya adalah unsur-unsur lain.

Termasuk hikmah kekuasaan Tuhan dalam penciptaan alam ini, bahwa Dia menciptakan udara dengan nitrogen dan sifatnya yang pasif sebagai kandungan mayoritasnya, yaitu 78 persen dari udara. Kalau saja kandungan udara akan gas nitrogen kurang dari itu, niscaya akan berjatuhan bunga-bunga api dari angkasa luar karena mudahnya menembus lapisan bumi (hal itu yang kerap kali terjadi) dan terbakarlah segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi.

Fungsi lain dari udara/angin adalah dalam proses penyerbukan/ mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Allah swt, berfirman dalam QS. al-Hijr (15): 22 sebagai berikut :

وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ(22)

Terjemahnya : Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpan-nya.

Dengan Di antara sekian banyak manfaat angin adalah kemampuannya dalam menggerakkan kapal-kapal untuk terus berlayar dengan izin Allah. Angin berfungsi juga untuk mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lain, dan yang menyebabkan terbaginya hewan-hewan air ke berbagai permukaan air. Dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan, anginlah yang membawa benih-benih yang menyebabkan kesuburan dan penyerbukan serta penyebaran tumbuh-tumbuhan ke berbagai belahan bumi.

Namun angin juga bisa menjadi bencana bagi makhluk hidup ketika ia menjadi badai misalnya, Allah telah menghancurkan kaum ‘Ad dengan angin badai karena kekafiran dan kesombongan mereka di atas muka bumi ini, lalu mereka berkata, “Siapakah diantara kita yang lebih kuat ?”. Allah swt, berfirman dalam QS. al-Dzariyat (51):

وَفِي عَادٍ إِذْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الرِّيحَ الْعَقِيمَ مَا تَذَرُ مِنْ شَيْءٍ أَتَتْ عَلَيْهِ إِلَّا جَعَلَتْهُ كَالرَّمِيم)

Terjemahnya : Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan. Angin itu tidak membiarkan satu pun yang dilandanya melainkan dijadikannya seperti serbuk.

Sebagai manusia terkadang muncul ketika datang angin topan yang sangat kencang dengan membawa debu dan hawa panas, yang akan membuat sebagian manusia sakit, mereka lupa bahwa itu semua terjadi atas kehendak Allah dan berjalan sesuai dengan hukum alam Nya yang tidak dapat dirubah. Sebab itulah Nabi saw, melarang pencelaan terhadap angin, beliau bersabda :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e لَا تَسُبُّوا الرِّيحَ فَإِنَّهَا تَجِيءُ بِالرَّحْمَةِ وَالْعَذَابِ وَلَكِنْ سَلُوا اللَّهَ  >  مِنْ خَيْرِهَا وَتَعَوَّذُوا مِنْ شَرِّهَا

Artinya : Rasulullah saw bersabda : Janganlah kalian mencela angin, karena sesungguhnya ia berasal dari ruh Allah Ta’ala yang datang membawa rahmat dan azab, akan tetapi mohonlah kepada Allah dari kebaikan angin tersebut dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya. (HR. Ahmad dari Abu Hurairah)

Sungguh, nikmat udara merupakan suatu nikmat yang sangat besar. Dengan demikian, manusia dituntut untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, dengan melestarikannya bukan dengan mencemarinya dan merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi dirinya dan makhluk ciptaan Allah Swt, lainnya.

5.    Air
Sumber kekayaan lain yang sangat penting untuk dijaga adalah air, sumber kehidupan bagi manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Allah Swt, berfirman dalam QS. al-Anbiya’ (21) , yakni “وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ” (Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu hidup).

Pada hakekatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Akan tetapi karena Allah menyediakannya di laut, sungai bahkan hujan secara gratis, manusia seringkali tidak menghargai air sebagaimana mestinya.

Namun satu hal penting yang layak direnungkan, bahwa air bukanlah komoditas yang bisa tumbuh dan berkembang. Ia tidak sama, misalnya dengan kekayaan nabati atau hewani, sebab itulah Allah swt, mengisyaratkan dalam QS. al-Mu’minun (23):

وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ

Terjemahnya : Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.

Jika makhluk hidup terutama manusia tidak bisa hidup tanpa air, sementara kuantitas air terbatas, maka manusia wajib menjaga dan melestarikan kekayaan yang amat berharga ini. Jangan sekali-kali melakukan tindakan-tindakan kontra produktif, yaitu dengan cara mencemarinya, merusak sumbernya dan lain-lain. Termasuk pula dengan tidak menggunakan air secara berlebih-lebihan (israf), menurut ukuran-ukuran yang wajar.

a.    Larangan mencemari air
Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini seperti kencing, buang air besar dan sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori sumber air. Rasululullah saw bersabda :

… اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ [51]

Artinya : Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air besar di sumber air, ditengah jalan, dan di bawah pohon yang teduh. (HR. Abu Daud).
Rasulullah saw, juga bersabda : لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ  (Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yang tidak mengalir, kemudian mandi disana. HR. Al-Bukhari)

Pencemaran air di zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang air besar, atau pun hajat manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran lain yang jauh lebih berbahaya dan berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan, serta minyak yang mengenangi samudra.

b.    Penggunaan air secara berlebihan.
Ada bahaya lain yang berkaitan dengan sumber kekayaan air, yaitu penggunaan air secara berlebihan. Air dianggap sebagai sesuatu yang murah dan tidak berharga. Karena hanya manusia-manusia yang berfikir yang mengetahui betapa berharga kegunaan dan nilai air. Hal ini sejalan dengan QS. al-An’am (6), yakni وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (Dan janganlah kalian israf (berlebih-lebihan). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlaku israf).

Ayat di atas, didukung juga oleh salah satu hadis, yakni

… أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ قَالَ أَفِي الْوُضُوءِ سَرَفٌ قَالَ نَعَمْ وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ

Artinya : … Nabi saw, pernah bepergian bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketika Sa’ad berwudhu, Nabi berkata : “Jangan menggunakan air berlebihan”. Sa’ad bertanya : “Apakah menggunakan air juga bisa berlebihan ?”. Nabi menjawab: “Ya, sekalipun kamu melakukannya di sungai yang mengalir”.

6.    Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam.
Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, ialah bagaimana menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada tanpa merusaknya. Karena tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman Nya dalam QS. al-Mulk (67):
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ

Terjemahnya : Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.

Inilah prinsip yang senantiasa diharapkan dari manusia, yakni sikap adil dan moderat dalam konteks keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun meremehkan, sebab ketika manusia sudah bersikap hiperbolis atau meremehkan, ia cenderung menyimpang, lalai serta merusak. Hiperbolis di sini maksudnya adalah berlebih-lebihan dan melewati batas kewajaran. Sementara meremehkan maksudnya ialah lalai serta mengecilkan makna yang ada. Keduanya merupakan sikap yang tercela, sedangkan sikap adil dan moderat adalah sikap terpuji.

Sikap adil, moderat, ditengah-tengah dan seimbang seperti inilah yang diharapkan dari manusia dalam menyikapi setiap persoalan. Baik itu berbentuk materi maupun inmateri, persoalan-persoalan lingkungan dan persoalan umat manusia, serta persoalan hidup seluruhnya.

Keseimbangan yang diciptakan Allah swt, dalam suatu lingkungan hidup akan terus berlangsung dan baru akan terganggu jika terjadi suatu keadaan luar biasa, seperti gempa tektonik, gempa yang disebabkan terjadinya pergeseran kerak bumi.

Tetapi menurut Al-Qur’an, kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan oleh ulah perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah swt yang menandaskan hal tersebut adalah QS. al-Rum (30):, sebagai berikut :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Terjemahnya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)”.

Selanjutnya Allah awt, berfirman di dalam QS. Ali Imran (3):

ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ

Terjemahnya : (Adzab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba Nya.

Di abad ini, campur tangan umat manusia terhadap lingkungan cenderung meningkat dan terlihat semakin meningkat lagi terutama pada beberapa dasawarsa terakhir. Tindakan-tindakan mereka tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta keseimbangan interaksi antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu berlebihan, dan terkadang pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan penggundulan hutan di berbagai tempat, pendangkalan laut, gangguan terhadap habitat secara global, meningkatnya suhu udara, serta menipisnya lapisan ozon yang sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat.

Demikianlah, kecemasan yang melanda orang-orang yang beriman adalah kenyataan bahwa kezhaliman umat manusia dan tindakan mereka yang merusak pada suatu saat kelak akan berakibat pada hancurnya bumi beserta isinya.







2 komentar: