Akhlak Terhadap Lingkungan
A.
Pengertian Akhlak Terhadap Lingkungan
Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yang berarti
watak, budi pekerti, karakter, keperwiraan, kebiasaan. Kata akhlâq ini
berakar kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata Khâliq
(pencipta), makhlûq (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan).
Kesamaan akar kata ini mengandung makna bahwa tata perilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya harus merefleksikan dan berdasarkan nilai-nilai
kehendak Khâliq (Tuhan). Akhlaq bukan hanya merupakan tata aturan atau
norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma
yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam
semesta.Yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan adalah
segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda tak benyawa.
B.
Tinjauan Akhlak Terhadap Lingkungan
1.
Akhlak Terhadap Lingkungan Ditinjau Dari Segi Agama
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan
menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan, dan
pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.
Dalam pandangan akhlak islam, seseorang tidak
dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar.
Karena hal ini berati tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai
tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati
proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang
terjadi, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain,
setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri
manusia sendiri.
Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah
ditunjukkan kepada penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan
agar tetap membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan
polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri
yang menciptanya.
Agama islam adalah agama sempurna yang mengatur
seluruh dimensi hubungan manusia dengan alam lingkungan. Islam mengajarkan dan
menetapkan prinsip-prinsip atau konsep dasar akhlak bagi manusia tentang
bagaimana bersikap terhadap alam lingkungannya. Ini merupakan wujud kesempunaan
Islam dan salah satu bentuk nikmat dan kasih sayang Allah yang tidak terbatas.
Allah berfirman: “pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu,aku
limpahkan atas kamu nikmat-Ku,dan Aku ridlai Islam sebagai agamamu” (Q.S
Al-Maidah:3).
Prinsip Islam selalu menyeimbangkan semua hal dalam
kehidupan manusia.Islam tidak mengizinkan manusia untuk lebih atau hanya
memperhatikan satu sisi dengan menghabiskan sisi yang lain.Ini bisa terwujud
dalam prinsip atau nilai-nilai Islam karena ia terbebas dari kekangan hawa
nafsu dan diciptakan oleh sang pencipta manusia, Dzat yang membuat hidup mereka
mulia, mendapatkan rahmat, dan hidayah demi kebaikan mereka di dunia dan
akhirat.
Sikap Islam dalam memperhatikan alam lingkungan
bertujuan demi kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat, sesuai
prinsip-prinsip umum berikut ini:
o Prinsip pertama,
Bahwa disisi Allah manusia adalah makhluk yang
mulia.Allah telah menundukkan semua yang ada dilangit dan dibumi untuk memudahkan
manusia. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak
Adam,kami angkut mereka didaratan dan dilautan,kami beri mereka rizqi dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan” (Q.S Al-Israa:70).
Kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia adalah
bentuk yang indah, kemampuan untuk berbicara, free will, dan kemampuan berjalan
dimuka bumi, di udara, dan di lautan dengan berbagai bentuk kendaraan.
Disamping itu, mereka juga mendapatkan anugerah rizqi yang berlimpah
berupa makanan yang lezat dan baik. Di tambah lagi keutamaan akal, pikiran,
wahyu, Rasul, dan lainnya, serta kemuliaan dan karomah jika taat kepada Allah.
o Prinsip kedua
Manusia dituntut untuk memakmurkan dan melestarikan
bumi. Hal ini dapat terimplementasi dalam beberapa hal sebagai berikut:
Belajar, mencari ilmu dan mengajar.
Menunaikan amar ma’ruf nahi munkar.
Berjihad dijalan Allah dengan tujuan agar ajaran Allah
tetap jaya.
Mematuhi konsep dan aturan Islam dalam kehidupan yang
merupakan bentuk ibadah kepada Allah, serta mengikuti prinsip musyawarah,
keadilan, menolak kerugian, serta mewujudkan kemaslahatan.
o Prinsip ketiga
Manusia dituntut untuk berfikir dan merenungkan apa
yang ada dilangit dan apa yang ada bumi. Hal ini bertujuan agar kehidupan
mereka menjadi lebih baik dengan memanfaatkan yang ada di sekelilingnya, serta
lebih dapat mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh ridho-Nya. Akan
tetapi, dalam menggunakan akal, pikiran, dan dalam perenungannya, manusia tidak
boleh melampaui apa yang telah digariskan oleh Allah.
o Prinsip keempat
Manusia dituntut untuk menghiasi diri mereka dengan
keutamaan-keutamaan, meninggalkan hal-hal yang tercela dan berinteraksi dengan
baik antar sesama manusia dan lingkungannya.
o Prinsip kelima
Interaksi manusia dengan alam lingkungan bukanlah
sebuah konflik ataupun peperangan. Akan tetapi, interaksi manusia dengan alam lingkungan adalah ketundukan
alam untuk membantu manusia dengan tetap menjaga keseimbangan yang menempatkan
manusia dan alam lingkungn pada posisinya masing-masing.
o Prinsip keenam
Ajaran Islam telah memberikan kebebasan kepada umat
manusia dalam berakidah, beribadah, mengungkapkan pendapat,
bekerja dan mencari bekal hidup, serta kebebasan-kebebasan lain yang sangat
mereka butuhkan dalam kehidupan.
Prinsip-prinsip dasar diatas jika dilaksanakan dapat
mewujudkan kebaikan dan kebahagiaan bagi manusia. Karena prinsip-prinsip dan
nilai-nilai dasar akhlak dalam Islam berasal dari Allah SWT, sehingga tidak
mengherankan jika prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut sesuai bagi
kehidupan manusia, baik didunia maupun diakhirat.
Berkenaan pada tujuan hidup manusia di alam dunia yang
fana’ ini, adalah beribadah kepada Allah SWT dan melaksanakan
amanah-Nya sebagai khalifah dimuka bumi yang bertugas membangun, mengelola,
memanfaatkan, serta menjaga kelestarian alam lingkungan sesuai dengan
petunjuk-Nya.
Manusia selalu dituntut untuk selalu berbuat baik dan
berusaha mendekati kesempurnaan, karena bagaimanapun manusia tidak akan mampu
mencapai derajat kesempurnaan. Akan tetapi, jika tetap hidup dan selalu melakukan perbuatan baik maka harus menambah
kebaikannya. Sedangkan, jika perilakunya buruk maka kemungkinan dengan hidupnya
yang lebih panjang ia bisa meninggalkan keburukannya itu. Manusia terkadang
lalai atau bahkan berbuat salah, namun dosa atas kesalahannya dapat dihapus
dengan cara bertaubat.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majjah
Alhakim dengan sanad mereka dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw
bersabda:
“Setiap anak adam pasti
berbuat kesalahan,dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka
yang bertaubat”.
Jadi, Islam mengakui dan memperhatikan realitas umat
manusia, lalu memberikan petunjuk bagaimana seharusnya mereka berperilaku dalam
kehidupan ini, demi mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan didunia dan diakhirat.
2.
Akhlak Terhadap Lingkungan Ditinjau Dari Segi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata
Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, akhlak, perasaan,
cara berpikir. Dalam bentuk jamak (taetha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan
arti terakhir inilah menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika yang
oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 S.M) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi jika kita membatasi pada asal usul kata ini
maka”etika” adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Dalam referensi lain dikatakan bahwa etika adalah ilmu yang
mempelajari atau menjelaskan arti baik dan buruk.
Berkaitan dengan akhlak pada lingkungan menurut etika,
dapat dijelaskan bahwa etika menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang
lama (Poerwardarminto,sejak 1953) arti etika adalah:
1.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak kewajiban moral.
2.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.
Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.
Secara singkat etika sangat erat kaitannya dengan
prinsip-prinsip moral, yaitu perbuatan yang mengandung unsur kebaikan dan
manfaat. Seperti telah dijabarkan di
atas tentang pengertian etika, sebuah masyarakat bahkan seluruh masyarakat di
dunia ini akan beranggapan sama yaitu lingkungan harus diperlakukan dengan baik
dengan selalu menjaga, merawat dan melestarikannya karena secara etika
hal ini merupakan hak dan kewajiban suatu masyarakat serta merupakan nilai yang
mutlak adanya. Dengan kata lain bahwa berakhlak yang baik terhadap lingkungan
merupakan salah satu manifestasi dari etika itu sendiri.
Melihat masa sekarang dimana terdapat berbagai macam
musibah yang menimpa saudara-saudara kita, itu semua tentunya tak lepas dari
parangai manusia itu sendiri. Banyak orang menganggap bahwa lingkungan hanya
sebagai objek untuk mendapatkan sesuatu tanpa memikirkan sebab akibat dan
pelestariannya.
Berbagai macam kasus tentang perusakan lingkungan
telah banyak terjadi di Indonesia diantaranya:
1. Pembakaran hutan
yang dilakukan oleh masyarakat pedalaman Kalimantan.Walaupun hal ini dilakukan
dalam rangka untuk menjadikan sebagai lahan pertanian, tetapi hal ini terbukti
tidak efektif karena penjalaran api yang begitu cepat menyebabkan melebarnya lahan
yang terbakar. Hal ini tentunya sangat berakibat buruk tidak hanya bagi
masyarakat setempat tetapi juga masyarakat dunia karena pulau Kalimantan
merupakan paru-paru dunia yang memproduksi banyak oksigen untuk kelangsungan
hidup manusia.
2. Membuang sampah
sembarangan terutama di ibukota Jakarta yang
menyebabkan terhalangnya aliran air sungai yang menyebabkan sungai menjadi
kotor dan bau terlebih lagi mengakibatkan banjir yang menjadi langganan Jakarta
setiap tahunnya.
3. Belum lama ini
kasus mengenai pabrik yang ada di Provinsi Riau yang membuang limbahnya di
sungai sehingga menyebabkan hilangnya mata pencaharian penduduk dikarenakan
ikan-ikan mati.
4.
Kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur yang
merupakan sebab dari kelalaian P.T.Lapindo Brantas dalam menambang minyak
bumi sehingga menyebabkan keluarnya lumpur panas dari dalam bumi dan belum
jelas kapan akan berhenti. Hal ini tentunya mengakibatkan penderitaan pada
masyarakat karena mereka kehilangan lahan, rumah serta mata pencahariannya.
Dari penjabaran di atas, tentunya kita dapat mengambil
pelajaran bahwa sebab dari kelakuan kita yang buruk terhadap lingkungan akan
berakibat sangat fatal. Lingkungan yang seharusnya menjadi tempat hidup, justru
menjadi penyebab sengsara dan kematian. Dampaknya pun meluas tidak hanya pada
masyarakat setempat yang terkena musibah tetapi pada masyarakat luas pula.
Ketika kata “etika” hanya dijadikan simbol oleh
masyarakat tanpa peduli pada aspek untuk mengamalkannya, maka jelaslah bahwa
masyarakat itu telah mengalami kerusakan. Oleh karena itu aspek “etika” dalam
masyarakat harus dikedepankan dan dilaksanakan karena etika di dalam sebuah
masyarakat merupakan dasar bagi perbuatan manusia karena etika mencakup baik,
buruk, benar, salah dan juga mencakup aspek moral atau akhlak. Oleh karena itu
marilah kita berakhlak baik kepada lingkungan yaitu dengan menjaga, merawat dan
melestarikannya sehingga akan terwujud kehidupan yang aman damai sejahtera dan
hal itu tentunya menjadi tujuan adanya etika di dalam masyarakat baik berbangsa
maupun bernegara.
3.
Akhlak Terhadap Lingkungan Ditinjau Dari Segi Budaya
Sebagai seorang mmanusia yang kodratnya adalah makhluk
sosial,kita patut mempunyai dasar pengetahuan dalam bersosialisasi dengan
lingkungan disekitar kita, dasar pengetahuan itu adalah budaya yg bertujuan
agar kita bisa hidup berdampingan dengan baik. Faktor inilah yang menurut kita
menjadi awal mula adanya budaya didalam suatu kelompok masyarakat. Mereka
menciptakan sesuatu yang bisa membuat mereka menjalin kesatuan didalam
kehidupannya. Budaya itu sendiri pastilah suatu kesepakatan bersama dari
penciptanya, berdasarkan nilai, norma, dan moral yang positif yang beredar di
masyarakat tersebut.
Budaya yang baik tentulah melahirkan sikap dan
perilaku yang baik pula kepada generasi penerusnya dimasa yang akan datang.
Sedangkan budaya yang buruk tercipta dari ulah seseorang atau sebagian kelompok yang menentang
nilai-nilai positif yang terkandung dalam masyarakat.
Contoh budaya baik adalah seorang ibu mengajari
anaknya menanam pohon di pekarangan rumah,agar rumah senantiasa indah. Contoh
lain, membiasakan diri bangun pagi, mengembangkan malu sebagai kontrol diri,
dan lain sebagainya.
Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam
kehidupan sosial. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola
berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk
kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau
aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, masyarakat dihadapkan pada kenyataan semakin merajalelanya orientasi
hidup yang materialistis sementara dimensi spiritual dan ukhrawi semakin
tersingkir. Pola hidup masyarakat telah bergeser kearah materialisme, hedonisme,
konsumerisme, individualisme dan sikap masa bodoh (permisif). Pola hidup yang
seperti itu pada akhirnya mengakibatkan semakin maraknya praktik maksiat,
kejahatan dan perilaku yang menyimpang.
Berbagai krisis yang menimpa bangsa indonesia,
khususnya masalah akhlak, disebabkan oleh tidak adanya budaya malu
dikalangan para pemimpin dan masyarakat luas, disamping oleh lemahnya mekanisme
kontrol yang dalam bahasa agama islam dikenal dengan istilah Amar Ma’ruf
Nahi Munkar. Bangsa indonesia cenderung bersikap permisif dan
membiarkan terjadinya kemaksiatan dan kemungkaran. Akibatnya praktek korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) berkembang luas dikalangan pejabat pemerintah mulai
dari kepala desa hingga presiden tanpa ada orang yang berani melarang
apalagi menghentikannya. Pada saat yang sama, berbagai bentuk maksiat dan
munkarat, mulai dari penebangan hutan, perjudian, perzinaan, pemerkosaan,
penyalah gunaan obat-obat terlarang, minuman keras, dan berbagai bentuk
kedzoliman semakin merajalela
Manakala orang telah kehilangan rasa malu dan
kejujuran, ia menjadi manusia buas berjingkrak-jingkrak mengikuti hawa nafsunya
dengan hati yang sepuas-puasnya. Hatinya tidak akan terketuk sama sekali.
Egoisme yang meluap-luap membuat matanya menjadi gelap,sehingga tidak dapat
mengenal apapun juga selain yang lebih menambah kepuasan hatinya. Dikala orang
telah mencapai kemerosotan sepeti itu putuslah ia sebagai manusia yang
sewajarnya.
Menghadapi keadaan yang sangat menyedihkan diatas,
tidak ada alterntif lain kecuali menghayati nilai-nilai luhur budaya dan
mengaktualisaikannya dalam bentuk kepribadian yang baik, dalam mewujudkan
Indonesia baru sebagai negara yang gemah ripah loh jinawe tata tenterem
karto raharjo dibawah naungan ridla Allah SWT yang dalam istilah Al-Qur’an
disebut baldatun thayyibatun wa robbun ghofur.(Q.S.Ar-ruum: ). Selain
itu para pemimpin harus menunjukkan jalan kebahagiaaan kepada umatnya. Lebih
terpuji lagi jika mereka dapat mengantarkan umatnya ke pintu gerbang
kebahagiaan. Dengan kata lain, seorang khalifah (pemimpin) tidak sekedar
menunjukkan tetapi mampu pula memberi contoh sosialisasinya.
C.
Macam Akhlak Terhadap Lingkungan
1. Memelihara
dan Melindungi Hewan
Salah satu hadis yang menganjurkan berbuat baik dengan memelihara dan
melindungi binatang dengan cara :
a.
memberikan makanannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw ;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم
عَنْهم قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e… وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ
Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda : ….“Orang
yang menunggangi dan meminum (susunya) wajib memberinya makanan”. (HR. Bukhari)
b.
menolongnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه
عَنْهم أَنَّ النَّبِيَّ e قَالَ بَيْنَا رَجُلٌ بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ
الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ
فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ
الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ
الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَا خُفَّهُ مَاءً فَسَقَى
الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّه
وَإِنَّ لَنَافِي الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا فَقَالَ فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ
أَجْرٌ
Artinya : Dari Abu Hurairah,
berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu ketika seorang laki-laki tengah
berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat,
maka turunlah ia ke dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari
sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang dalam keadaan haus pula sedang
menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi Allah,
anjing ini telah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke
dalam sumur kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya.
Setelah ia naik ke atas, ia pun segera memberi minum kepada anjing yang tengah
dalam kehausan itu. Lantaran demikian, Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi
saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya: “ya Rasulullah, apakah kami
memperoleh pahala dalam memberikan makanan dan minuman kepada hewan-hewan kami
?”. Nabi menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan
memberi pahala”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli akan
keselamatan dan perlindungan hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi yang menolong
hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan, yaitu : (1) Allah berterima kasih
kepadanya; (2) Allah mengampuni dosa-dosanya; dan (3) Allah memberikan imbalan
pahala kepadanya Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap
seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia
mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan makanannya.
Allah swt, berfirman dalam QS. Hud (11): 6
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا
عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي
كِتَابٍ مُبِينٍ(6)
Terjemahnya : Dan tidak ada suatu
binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Secara implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa
memelihara dan melindungi makhluk-Nya, termasuk binatang dengan cara memberikan
makanan dan memotoring tempat tinggalnya. Manusia sebagai makhluk Allah SWT, yang termulia
diperintahkan untuk selalu berbuat baik dan dilarang untuk berbuat kerusakan di
atas bumi.
sebagaimana firman-Nya da;a, QS. al-Qashasah (28): 77
وَابْتَغِ فِيمَا ءَاتَاكَ اللَّهُ
الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا
أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ(77)
Terjemahnya : Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Di lain ayat, yakni QS. al-A’rāf (7) Allah berfirman :
…
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Terjemahnya : … dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”.
Ayat di atas, melarang untuk merusak lingkungan, dan malah sebaliknya
yakni ayat tersebut menganjurkan manusia untuk berbuat baik dan atau
memelihara lingkungannya.
2.
Penanaman Pohon dan Penghijauan
Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan
penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan
orang-orang yang menanam pohon sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara
tegas dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :
…
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ
زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ
لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
Artinya : “…. Rasulullah saw bersabda
: tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh
burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah
sadaqah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas).
Pada QS. al-An’am (6): 99, Allah berfirman ;
وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا
نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ
دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا
وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ
فِي ذَلِكُمْ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ(99)
Terjemahnya : Dan Dialah yang
menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala
macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman
yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang
banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan
kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan
yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan
(perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.
Ada dua pertimbangan mendasar dari upaya penghijauan ini, yaitu :
a.
pertimbangan manfaat, sebagaimana disebutkan dalam QS. Abasa (80): 24-32,
sebagai berikut :
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَى
طَعَامِهِ(24)أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا(25)ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ
شَقًّا (26) فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا(27)وَعِنَبًا
وَقَضْبًا(28)وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا(29)وَحَدَائِقَ غُلْبًا (30)وَفَاكِهَةً
وَأَبًّا(31)مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ(32)
Terjemahnya : maka hendaklah manusia
itu memperhatikan makanannya. Sesungguh-nya Kami benar-benar telah mencurahkan
air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon
kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
b.
pertimbangan keindahan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Naml (27): 60,
sebagai berikut :
أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ
بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ
هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ(60)
Terjemahnya : Atau siapakah yang
telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu
Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu
sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada
tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang
menyimpang (dari kebenaran).
Maka lihatlah pada ungkapan ini “kebun-kebun yang sangat indah” yang
berarti menyejukkan jiwa, mata dan hati ketika memandangnya. Setelah Allah swt,
memaparkan nikmat-nikmat-Nya, baik berupa tanaman, kurma, zaitun, buah delima
dan semacamnya, Dia melanjutkan firman-Nya أنظروا إلى ثمره إذ أثمر وينعه “lihatlah/perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pula) kematangannya” (QS. 6 : 99).
Imam al-Qurtubi, mengatakan di dalam tafsirnya ; “Bertani bagian dari
fardhu kifayah, maka pemerintah harus menganjurkan manusia untuk melakukannya,
salah satu bentuk usaha itu adalah dengan menanam pohon.”
3.
Menghidupkan Lahan Mati
Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi
bangunan dan tidak dimanfaatkan. Allah swt, telah menjelaskan dalam QS. Yasin
(36):
وَءَايَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ
أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ
Terjemahnya : Dan suatu tanah
(kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati, Kami hidupkan bumi
itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka dari padanya mereka makan”.
Di ayat lain, tepatnya QS. al-Haj (22): 5-6 Allah swt, berfirman :
…
وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ
وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيج ٍ(5) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ
الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(6)
Terjemahnya : … Dan kamu lihat bumi
ini kering, kemudian apabila Kami telah menurunkan air diatasnya, hiduplah bumi
itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan
sesungguhnya Dia lah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kematian sebuah tanah akan terjadi kalau tanah itu ditinggalkan dan tidak
ditanami, tidak ada bangunan serta peradaban, kecuali kalau kemudian tumbuh
didalamnya pepohonan. Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat
air dan pemukiman sebagai tempat tinggal.
Menghidupkan lahan mati adalah ungkapan dalam khazanah keilmuan yang
diambil dari pernyataan Nabi saw, dalam bagian matanhadis, yakni مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ (Barang siapa yang menghidupkan tanah (lahan) mati maka ia menjadi miliknya).
Dalam hadis ini Nabi saw, menegaskan bahwa status kepemilikan bagi tanah
yang kosong adalah bagi mereka yang menghidupkannya, sebagai motivasi dan
anjuran bagi mereka yang menghidupkannya. Menghidupkan lahan mati, usaha ini
dikategorikan sebagai suatu keutamaan yang dianjurkan Islam, serta dijanjikan
bagi yang mengupayakannya pahala yang amat besar, karena usaha ini adalah
dikategorikan sebagai usaha pengembangan pertanian dan menambah sumber-sumber
produksi. Sedangkan bagi siapa saja yang berusaha untuk merusak usaha
seperti ini dengan cara menebang pohon akan dicelupkan kepalanya ke dalam
neraka. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagaimana dalam bagian
matan hadis, yakni ; مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً
صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ (Barang siapa yang menebang pepohonan,
maka Allah akan mencelupkannya ke dalam neraka).
Maksud hadis di atas, dijelaskan kemudian oleh Abu Daud setelah
meriwayatkan hadis tersebut, yaitu kepada orang yang memotong pepohonan secara
sia-sia sepanjang jalan, tempat para musafir dan hewan berteduh. Ancaman keras
tersebut secara eksplisit merupakan ikhtiar untuk menjaga kelestarian pohon,
karena keberadaan pepohonan tersebut banyak memberi manfaat bagi lingkungan
sekitar. Kecuali, jika penebangan itu dilakukan dengan pertimbangan cermat atau
menanam pepohonan baru dan menyiram-nya agar bisa menggantikan fungsi pohon
yang ditebang itu.
4.
Udara
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah udara, dalam hal ini udara yang
mengandung oksigen yang diperlukan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen,
manusia tidak dapat hidup.
Tuhan beberapa kali menyebut angin (udara) dan fungsinya dalam proses daur
air dan hujan. Firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah (2): 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي
الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ
مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ
دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ(164)
Terjemahnya : Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Pada ayat lain, yakni QS. al-Rum (30): 48 Allah juga berfirman :
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ
فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ
كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ
يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ(48)
Terjemahnya : Allah, Dialah yang
mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di
langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu
kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun
mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.
Udara merupakan pembauran gas yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang
meliputinya dari segala penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang
seluruh alam bergantung kepadanya. Empat unsur tersebut ialah tanah, air, udara
dan api. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern telah membuktikan bahwa keempat
unsur ini bukanlah zat yang sederhana, akan tetapi merupakan persenyawaan dari
berbagai macam unsur.
Air misalnya, terdiri dari unsur oksigen dan hidrogen. Demikian juga tanah
yang terbentuk dari belasan unsur berbeda. Adapun udara, ia terbentuk dari
sekian ratus unsur, dengan dua unsur yang paling dominan, yaitu
nitrogen yang mencapai sekitar 78,084 persen dan oksigen sebanyak 20,946
persen. Satu persen sisanya adalah unsur-unsur lain.
Termasuk hikmah kekuasaan Tuhan dalam penciptaan alam ini, bahwa Dia
menciptakan udara dengan nitrogen dan sifatnya yang pasif sebagai kandungan
mayoritasnya, yaitu 78 persen dari udara. Kalau saja kandungan udara akan gas
nitrogen kurang dari itu, niscaya akan berjatuhan bunga-bunga api dari angkasa
luar karena mudahnya menembus lapisan bumi (hal itu yang kerap kali terjadi)
dan terbakarlah segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi.
Fungsi lain dari udara/angin adalah dalam proses penyerbukan/ mengawinkan
tumbuh-tumbuhan. Allah swt, berfirman dalam QS. al-Hijr (15): 22 sebagai
berikut :
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ
فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ
بِخَازِنِينَ(22)
Terjemahnya : Dan Kami telah
meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan
dari langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah
kamu yang menyimpan-nya.
Dengan Di antara sekian banyak manfaat angin adalah kemampuannya dalam
menggerakkan kapal-kapal untuk terus berlayar dengan izin Allah. Angin
berfungsi juga untuk mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lain, dan yang
menyebabkan terbaginya hewan-hewan air ke berbagai permukaan air. Dalam
kehidupan tumbuh-tumbuhan, anginlah yang membawa benih-benih yang menyebabkan
kesuburan dan penyerbukan serta penyebaran tumbuh-tumbuhan ke berbagai belahan
bumi.
Namun angin juga bisa menjadi bencana bagi makhluk hidup ketika ia menjadi
badai misalnya, Allah telah menghancurkan kaum ‘Ad dengan angin badai karena
kekafiran dan kesombongan mereka di atas muka bumi ini, lalu mereka berkata,
“Siapakah diantara kita yang lebih kuat ?”. Allah swt, berfirman dalam QS.
al-Dzariyat (51):
وَفِي عَادٍ إِذْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ
الرِّيحَ الْعَقِيمَ مَا تَذَرُ مِنْ شَيْءٍ أَتَتْ عَلَيْهِ إِلَّا جَعَلَتْهُ كَالرَّمِيم)
Terjemahnya : Dan juga pada (kisah)
‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan. Angin itu tidak
membiarkan satu pun yang dilandanya melainkan dijadikannya seperti serbuk.
Sebagai manusia terkadang muncul ketika datang angin topan yang sangat
kencang dengan membawa debu dan hawa panas, yang akan membuat sebagian manusia
sakit, mereka lupa bahwa itu semua terjadi atas kehendak Allah dan berjalan
sesuai dengan hukum alam Nya yang tidak dapat dirubah. Sebab itulah Nabi saw,
melarang pencelaan terhadap angin, beliau bersabda :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e لَا
تَسُبُّوا الرِّيحَ فَإِنَّهَا تَجِيءُ بِالرَّحْمَةِ وَالْعَذَابِ وَلَكِنْ سَلُوا اللَّهَ >
مِنْ خَيْرِهَا وَتَعَوَّذُوا مِنْ شَرِّهَا
Artinya : Rasulullah saw
bersabda : Janganlah kalian mencela angin, karena sesungguhnya ia berasal
dari ruh Allah Ta’ala yang datang membawa rahmat dan azab, akan tetapi mohonlah
kepada Allah dari kebaikan angin tersebut dan berlindunglah kepada Allah dari
kejahatannya. (HR. Ahmad dari Abu Hurairah)
Sungguh, nikmat udara merupakan suatu nikmat yang sangat besar. Dengan
demikian, manusia dituntut untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia
yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, dengan melestarikannya bukan
dengan mencemarinya dan merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi dirinya dan
makhluk ciptaan Allah Swt, lainnya.
5.
Air
Sumber kekayaan lain yang sangat penting untuk dijaga adalah air, sumber
kehidupan bagi manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Allah Swt, berfirman dalam
QS. al-Anbiya’ (21) , yakni “وَجَعَلْنَا مِنَ
الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ” (Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
hidup).
Pada hakekatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Akan tetapi
karena Allah menyediakannya di laut, sungai bahkan hujan secara gratis, manusia
seringkali tidak menghargai air sebagaimana mestinya.
Namun satu hal penting yang layak direnungkan, bahwa air bukanlah komoditas
yang bisa tumbuh dan berkembang. Ia tidak sama, misalnya dengan kekayaan nabati
atau hewani, sebab itulah Allah swt, mengisyaratkan dalam QS. al-Mu’minun (23):
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ
Terjemahnya : Dan Kami turunkan air
dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi,
dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.
Jika makhluk hidup terutama manusia tidak bisa hidup tanpa air, sementara
kuantitas air terbatas, maka manusia wajib menjaga dan melestarikan kekayaan
yang amat berharga ini. Jangan sekali-kali melakukan tindakan-tindakan kontra
produktif, yaitu dengan cara mencemarinya, merusak sumbernya dan lain-lain.
Termasuk pula dengan tidak menggunakan air secara berlebih-lebihan (israf),
menurut ukuran-ukuran yang wajar.
a.
Larangan mencemari air
Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini
seperti kencing, buang air besar dan sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori
sumber air. Rasululullah saw bersabda :
…
اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ
الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ [51]
Artinya : Jauhilah tiga macam
perbuatan yang dilaknat ; buang air besar di sumber air, ditengah jalan, dan di
bawah pohon yang teduh. (HR. Abu Daud).
Rasulullah saw, juga bersabda : لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ
الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ (Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yang tidak
mengalir, kemudian mandi disana. HR. Al-Bukhari)
Pencemaran air di zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang
air besar, atau pun hajat manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran
lain yang jauh lebih berbahaya dan berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran
limbah industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan, serta minyak yang
mengenangi samudra.
b.
Penggunaan air secara berlebihan.
Ada bahaya lain yang berkaitan dengan sumber kekayaan air, yaitu
penggunaan air secara berlebihan. Air dianggap sebagai sesuatu yang murah dan
tidak berharga. Karena hanya manusia-manusia yang berfikir yang mengetahui
betapa berharga kegunaan dan nilai air. Hal ini sejalan dengan QS.
al-An’am (6), yakni وَلَا تُسْرِفُوا
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (Dan janganlah kalian israf
(berlebih-lebihan). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlaku
israf).
Ayat di atas, didukung juga oleh salah satu hadis, yakni
…
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ
يَتَوَضَّأُ فَقَالَ مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ قَالَ أَفِي الْوُضُوءِ
سَرَفٌ قَالَ نَعَمْ وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ
Artinya : … Nabi saw, pernah
bepergian bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketika Sa’ad berwudhu, Nabi berkata :
“Jangan menggunakan air berlebihan”. Sa’ad bertanya : “Apakah menggunakan air
juga bisa berlebihan ?”. Nabi menjawab: “Ya, sekalipun kamu melakukannya di
sungai yang mengalir”.
6.
Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam.
Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan,
ialah bagaimana menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada
tanpa merusaknya. Karena tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan segala
sesuatu di alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman Nya
dalam QS. al-Mulk (67):
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا
مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى
مِنْ فُطُورٍ
Terjemahnya : Allah yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.
Inilah prinsip yang senantiasa diharapkan dari manusia, yakni sikap adil
dan moderat dalam konteks keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun
meremehkan, sebab ketika manusia sudah bersikap hiperbolis atau meremehkan, ia
cenderung menyimpang, lalai serta merusak. Hiperbolis di sini maksudnya adalah
berlebih-lebihan dan melewati batas kewajaran. Sementara meremehkan maksudnya
ialah lalai serta mengecilkan makna yang ada. Keduanya merupakan sikap
yang tercela, sedangkan sikap adil dan moderat adalah sikap terpuji.
Sikap adil, moderat, ditengah-tengah dan seimbang seperti inilah yang
diharapkan dari manusia dalam menyikapi setiap persoalan. Baik itu berbentuk materi
maupun inmateri, persoalan-persoalan lingkungan dan persoalan umat manusia,
serta persoalan hidup seluruhnya.
Keseimbangan yang diciptakan Allah swt, dalam suatu lingkungan hidup akan
terus berlangsung dan baru akan terganggu jika terjadi suatu keadaan luar
biasa, seperti gempa tektonik, gempa yang disebabkan terjadinya pergeseran
kerak bumi.
Tetapi menurut Al-Qur’an, kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan oleh ulah perbuatan
manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah swt yang menandaskan hal
tersebut adalah QS. al-Rum (30):, sebagai berikut :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي
عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Terjemahnya: Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan
yang benar)”.
Selanjutnya Allah awt, berfirman di dalam QS. Ali Imran (3):
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ
وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Terjemahnya : (Adzab) yang demikian
itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah
sekali-kali tidak menganiaya hamba Nya.
Di abad ini, campur tangan umat manusia terhadap lingkungan cenderung
meningkat dan terlihat semakin meningkat lagi terutama pada beberapa dasawarsa
terakhir. Tindakan-tindakan mereka tersebut merusak keseimbangan lingkungan
serta keseimbangan interaksi antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu
berlebihan, dan terkadang pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan
penggundulan hutan di berbagai tempat, pendangkalan laut, gangguan terhadap
habitat secara global, meningkatnya suhu udara, serta menipisnya lapisan ozon
yang sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat.
Demikianlah, kecemasan yang melanda orang-orang yang beriman adalah
kenyataan bahwa kezhaliman umat manusia dan tindakan mereka yang merusak pada
suatu saat kelak akan berakibat pada hancurnya bumi beserta isinya.
Assalamualaikum..
BalasHapusArtikelnya sangat bermanfaat, izin download.
Syukron
referensinya ?
BalasHapus